OP-AMP DAN APLIKASI - INVERTING AMPLIFIER




1. Pendahuluan[Back]

Dalam dunia teknologi elektronika, amplifier (penguat) adalah komponen yang sangat penting. Amplifier digunakan untuk meningkatkan amplitudo sinyal listrik, baik itu suara, data, atau sinyal lainnya. Salah satu jenis amplifier yang umum digunakan adalah inverting amplifier.

Inverting amplifier adalah jenis amplifier operasional (op-amp) yang menghasilkan sinyal output yang merupakan inversi dari sinyal inputnya. Artinya, jika sinyal inputnya meningkat, sinyal outputnya akan menurun, dan sebaliknya. Prinsip dasar inverting amplifier didasarkan pada penggunaan op-amp dalam konfigurasi tertentu dengan umpan balik negatif.

Aplikasi inverting amplifier tersebar luas dalam berbagai bidang, termasuk dalam elektronika audio, pemrosesan sinyal, instrumentasi, dan banyak lagi. Keunggulan utamanya adalah kemampuannya untuk memberikan penguatan dengan fase yang terbalik, yang seringkali sangat berguna dalam aplikasi tertentu seperti pemrosesan sinyal dan kontrol.

Dalam panduan ini, kita akan menjelajahi prinsip dasar kerja inverting amplifier, konfigurasi sirkuitnya, karakteristiknya, serta aplikasi praktisnya dalam berbagai konteks elektronika.


2. Tujuan[Back]

* Dapat menggunakan aplikasi proteus untuk membuat rangkaian OP-AMP
* Dapat menggunakan komponen-komponen sederhana dalam membuat rangkaian                   Inverting Amplifier pada aplikasi proteus
* Mengetahui komponen yang digunakan dalam membuat rangkaian pengaplikasian opamp      yaitu alat pendeteksi benda hilang jenis logam menggunakan sensor magnet dan sensot          infrared.
* Dapat memahami rangkaian Inverting Amplifier pada aplikasi Proteus
* Dapat mengetahui bentuk rangkaian Inverting Amplifier

3.Alat dan Bahan[Back]

  • A. Alat
    • Oscilloscope

    •             Spesifikasi:


    • Voltmeter
            Berfungsi untuk mengukur tegangan.


    • Amperemeter
             Berfungsi untuk mengukur arus.
        

      B.Bahan
    • Grounding


    • OP-AMP

    • Resistor
             




    • Baterai/Sumber Tegangan
                 
    • Power supply


    •  Transistor

    Merupakan transistor tipe NPN yang digunakan untuk switching agar mengaktifkan kontak relay dan relay tersebut akan memberikan kontak pada motor DC dan output lainnya.
    Spesifikasi :
      • Bi-Polar Transistor
      • DC Current Gain (hFE) is 800 maximum
      • Continuous Collector current (IC) is 100mA
      • Emitter Base Voltage (VBE) is > 0.6V
      • Base Current(IB) is 5mA maximum

    • Dioda

    Dioda memiliki fungsi sebagai penyearah arus listrik. Fungsi dioda atau diode adalah mampu mengubah arus bolak-balik (AC) menjadi arus yang searah (DC). Dioda memiliki fungsi sebagai penyetabil tegangan,Spesifikasi:


     

     

        

     KOMPONEN INPUT:
    1.Sensor GAS(MQ-8)
     

    Sensor jenis ini adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi konsentrasi gas yang mudah terbakar diudara serta asap dan output membaca sebagai tegangan analog. Sensor gas asap MQ-8 dapat lansung diatur sensitifitasnya dengan mengatur trimpotnya.

    2.Sensor Flame
         
    Spesifikasinya:
    - Jangkauan spektrum : 760 - 1100 (nm)
    - Sudut yang terdeteksi : 0° - 60°
    - Catu Daya : 3,3V - 5,3V
    - Temperatur Kerja : -25°C sampai 85°C
    - Dimensi : 27,3 x 15,4 (mm

     3.Termocouple
     

    Thermocouple adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk mengubah perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik (voltase). Thermocouple yang sederhana dapat dipasang, dan memiliki jenis konektor standar yang sama, serta dapat mengukur temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup besar dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari 1 °C.

     
    KOMPONEN OUTPUT

    • relay


    Komponen elektronika berupa scalar atau switch elektrik yang dioperasikan secara listrik dan terdiri dari dua bagian utama yaitu electromagnet dan mekanikal.
    Spesifikasi Relay umumnya adalah tegangan input 5 VDC, 12 VDC atau 48 VDC. Untuk common dan NO NC umumnya 220 vac dengan arus kerja 10 A.
    Konfigurasi pin Relay 
    dihubungkan ke 5V
    GND dihubungkan ke GND
    IN1/Data dihubungkan ke pin 2
        • Motor 


      Motor adalah alat untuk mengubah energi listrik menjadi energi mekanik
       

4. Dasar Teori[Back]

A.Op-Amp (Operational Amplifier)   
  


        Penguat operasional (Operational Amplifier) atau yang biasa disebut dengan op-amp, merupakan penguat elektronika yang banyak digunakan untuk membuat rangkaian detektor, komparator, penguat audio, video, pembangkit sinyal, multivibrator, filter, ADC, DAC, rangkaian penggerak dan berbagai macam rangkaian analog lainnya. Op-amp pada umumnya tersedia dalam bentuk rangkaian terpadu yang memiliki karakteristik mendekati karakteristik penguat operasional ideal tanpa perlu memperhatikan apa yang terdapat di dalamnya. Ada tiga karakteristik utama op-amp ideal, yaitu;

1. Gain sangat besar (AOL >>). 
    Penguatan open loop adalah sangat besar karena feedback-nya tidak ada atau RF = tak    terhingga. 
2. Impedansi input sangat besar (Zi >>).
     Impedansi input adalah sangat besar sehingga arus input ke rangkaian dalam op-amp sangat kecil sehingga tegangan input sepenuhnya dapat dikuatkan. 
3. Impedansi output sangat kecil (Zo <<). 
    Impedansi output adalah sangat kecil sehingga tegangan output stabil karena tahanan beban lebih besar yang diparalelkan dengan Zo <<.

 Adapun simbol op-amp adalah seperti pada gambar 64
                                         
                                                                         Gambar 7
dimana,
V1 adalah tegangan masukan dari kaki non inverting 
V2 adalah tegangan masukan dari kaki inverting 
Vo adalah tegangan keluaran

sehingga
Adapun tegangan output maksimum yang dapat dihasilkan adalah :
dibawah tegangan sumber +-Vs = +-Vsat

   Tegangan output maksimum secara praktis dihasilkan sekitar 2 Volt dibawah tegangan sumber ±Vs dan disebut juga sebesar tegangan saturasi ±Vsat . Gambar 65 memperlihatkan kurva karakteristik hubungan Vi terhadap Vo untuk rangkaian op-amp dengan tegangan input dihubungkan ke kaki input non inverting (+) dan tegangan 0 Volt (di ground) ke kaki input inverting (-). Sesuai dengan nama input op-amp yaitu apabila input dimasukkan ke kaki non inverting (+) yang artinya tidak membalik maka tegangan output yang dihasilkan adalah sefasa dengan tegangan input. Seperti terlihat pada gambar 1 yaitu saat input Vi bertegangan positif maka output yang dihasilkan juga bertegangan positif dan sebaliknya
                                      Gambar 8 Rangkaian op-amp dengan kurva karakteristik I-O

  • Inverting Amplifier

    Rangkaian inverting amplifier adalah seperti gambar 113 dimana sesuai dengan namanya yaitu dengan input dimasukkan ke kaki inverting (pembalik) sehingga output akan dibalik atau beda fasa sebesar 180 derajat
    Untuk mencari turunan penguatan tegangan ACL maka rangkaian dimisalkan dahulu dengan input dc positif, seperti gambar 114. Dalam analisa rangkaian amplifier disyaratkan op-amp bekerja ideal sehingga tegangan differensial (selisih tegangan di kaki non inverting terhadap tegangan di kaki inverting) Ed = 0, artinya VA (tegangan di titik A) = 0 sehingga arus yang melewati Ri sama dengan arus yang melewati Rf karena arus yang masuk ke kaki inverting sangat kecil karena sifat op-amp dimana impendasi (Zi) inputnya sangat besar. Adapun rangkaian pengganti untuk menghitung arus I adalah seperti gambar 9
Gambar 9 Rangkaian inverting amplifier
Gambar 10 Rangkaian inverting amplifier dengan input dc positif



    Dari rangkaian gambar 10 dengan Ed = 0 maka VA = 0 sehingga rangkaian dapat disederhanakan menjadi seperti gambar 11 untuk mencari arus
Gambar 11 Rangkaian untuk menghitung arus I


Dengan I=V/R maka dapat dicari ACL untuk gambar 11
Bentuk gelombang tegangan output VO adalah seperti pada gambar 12 dan karakteristik I-O seperti pada gambar 13
Gambar 12 Bentuk gelombang tegangan output VO

Gambar 13 Kurva karakterik I-O





B. Ground
Berfungsi sebagai penahan arus. Pada ilmu listrik satu fasa, kita sering mendengar istilah kabel fasa, netral, dan ground. Untuk kabel fasa sudah jelas yaitu kabel yang mengandung tegangan. Ciri utama dari kabel fasa adalah bisa ditestpen akan menyala. Sedangkan untuk kabel neutral dan ground masih banyak orang bingung sehingga mengganggap sama antara netral dan ground. Untuk itu pada artikel ini akan dibahas apa perbedaan antara kabel netral dan ground.

Kabel netral adalah kabel bermuatan listrik rendah(mendekati nol) dan dipakai sebagai acuan. Seperti kita ketahui, agar terjadi aliran arus listrik maka harus ada beda potensial. Untuk itu, apabila kita hanya menggunakan kabel fasa masuk dalam komponen listrik, misalnya lampu, maka lampu tidak akan menyala. Apabila kita tambahkan kabel netral maka akan terjadi beda potensial antara kabel fasa dan netral yang melewati lampu tadi sehingga lampu menyala. Ciri dari kabel ini adalah apabila ditestpen maka testpen tidak menyala.

Kabel ground berfungsi sebagai proteksi apabila terjadi kebocoran arus. Kebocoran arus adalah apabila isolasi kabel atau perangkat elektronik rusak, maka arus listrik bisa mengalir di konduktor yang bersentuhan dengannya. Misal ada kabel kulkas yang mengelupas, akan berbahaya jika kabel yang terkelupas ini menempel di body kulkas yang terbuat dari besi/alumunium karena menyebabkan body kulkas memiliki arus listrik dan bisa menimbulkan sengatan listrik apabila terpegang. Sesuai namanya, kabel ground adalah kabel yang terhubung ke tanah/bumi yang akan membuang arus bocor tadi ke tanah. Karena berfungsi sebagai proteksi, arus listrik tetap bisa mengalir hanya dengan kabel fasa dan netral.


C. Resistor

Untuk mengetahui nilai resistansi dari suatu resistor, dapat dilihat dari tabel berikut:
headings
   4 Gelang Warna

Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-1 (pertama)
Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-2
Masukkan Jumlah nol dari kode warna Gelang ke-3 atau pangkatkan angka tersebut dengan 10 (10n)
Merupakan Toleransi dari nilai Resistor tersebut

Contoh :

Gelang ke 1 : Coklat = 1
Gelang ke 2 : Hitam = 0
Gelang ke 3 : Hijau = 5 nol dibelakang angka gelang ke-2; atau kalikan 105
Gelang ke 4 : Perak = Toleransi 10%
Maka nilai Resistor tersebut adalah 10 * 105 = 1.000.000 Ohm atau 1 MOhm dengan toleransi 10%.

 5 Gelang Warna



Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-1 (pertama)
Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-2
Masukkan angka langsung dari kode warna Gelang ke-3
Masukkan Jumlah nol dari kode warna Gelang ke-4 atau pangkatkan angka tersebut dengan 10 (10n)
Merupakan Toleransi dari nilai Resistor tersebut

Contoh :

Gelang ke 1 : Coklat = 1
Gelang ke 2 : Hitam = 0
Gelang ke 3 : Hijau = 5
Gelang ke 4 : Hijau = 5 nol dibelakang angka gelang ke-2; atau kalikan 105
Gelang ke 5 : Perak = Toleransi 10%
Maka nilai Resistor tersebut adalah 105 * 105 = 10.500.000 Ohm atau 10,5 MOhm dengan toleransi 10%.


D. Oscilloscope

Osiloskop adalah alat ukur elektronik yang berfungsi untuk memproyeksikan frekuensi dan sinyal listrik dalam bentuk grafik.

Tombol/Sakelar dan Indikator Osiloskop
  1. Tombol Power ON/OFF
    Tombol Power ON/OFF berfungsi untuk menghidupkan dan mematikan Osiloskop
  2. Lampu Indikator
    Lampu Indikator berfungsi sebagai Indikasi Osiloskop dalam keadaan ON (lampu Hidup) atau OFF (Lampu Mati)
  3. ROTATION
    Rotation pada Osiloskop berfungsi untuk mengatur posisi tampilan garis pada layar agar tetap berada pada posisi horizontal. Untuk mengatur rotation ini, biasanya harus menggunakan obeng untuk memutarnya.
  4. INTENSITY
    Intensity digunakan untuk mengatur kecerahan tampilan bentuk gelombang agar mudah dilihat.
  5. FOCUS
    Focus digunakan untuk mengatur penampilan bentuk gelombang sehingga tidak kabur
  6. CAL 
    CAL digunakan untuk Kalibrasi tegangan peak to peak (VP-P) atau Tegangan puncak ke puncak.
  7. POSITION
    Posistion digunakan untuk mengatur posisi Vertikal (masing-masing Saluran/Channel memiliki pengatur POSITION).
  8. INV (INVERT)
    Saat tombol INV ditekan, sinyal Input yang bersangkutan akan dibalikan.
  9. Sakelar VOLT/DIV
    Sakelar yang digunakan untuk memilih besarnya tegangan per sentimeter (Volt/Div) pada layar Osiloskop. Umumnya, Osiloskop memiliki dua saluran (dual channel) dengan dua Sakelar VOLT/DIV. Biasanya tersedia pilihan 0,01V/Div hingga 20V/Div.
  10. VARIABLE
    Fungsi Variable pada Osiloskop adalah untuk mengatur kepekaan (sensitivitas) arah vertikal pada saluran atau Channel yang bersangkutan. Putaran Maksimum Variable adalah CAL yang berfungsi untuk melakukan kalibrasi Tegangan 1 Volt tepat pada 1cm di Layar Osiloskop.
  11. AC – DC
    Pilihan AC digunakan untuk mengukur sinyal AC, sinyal input yang mengandung DC akan ditahan/diblokir oleh sebuah Kapasitor. Sedangkan pada pilihan posisi DC maka Input Terminal akan terhubung langsung dengan Penguat yang ada di dalam Osiloskop dan seluruh sinyal input akan ditampilkan pada layar Osiloskop.
  12. GND
    Jika tombol GND diaktifkan, maka Terminal INPUT akan terbuka, Input yang bersumber dari penguatan Internal Osiloskop akan ditanahkan (Grounded).
  13. VERTICAL INPUT CH-1
    Sebagai VERTICAL INPUT untuk Saluran 1 (Channel 1)
  14. VERTICAL INPUT CH-2
    Sebagai VERTICAL INPUT untuk Saluran 2 (Channel 2)
  15. Sakelar MODE
    Sakelar MODE pada umumnya terdiri dari 4 pilihan yaitu CH1, CH2, DUAL dan ADD.
    CH1 = Untuk tampilan bentuk gelombang Saluran 1 (Channel 1).
    CH2 = Untuk tampilan bentuk gelombang Saluran 2 (Channel 2).
    DUAL = Untuk menampilkan bentuk gelombang Saluran 1 (CH1) dan Saluran 2 (CH2) secara bersamaan.
    ADD = Untuk menjumlahkan kedua masukan saluran/saluran secara aljabar. Hasil penjumlahannya akan menjadi satu gambar bentuk gelombang pada layar.
  16. x10 MAG
    Untuk pembesaran (Magnification) frekuensi hingga 10 kali lipat.
  17. POSITION
    Untuk penyetelan tampilan kiri-kanan pada layar.
  18. XY
    Pada fungsi XY ini digunakan, Input Saluran 1 akan menjadi Axis X dan Input Saluran 2 akan menjadi Axis Y.
  19. Sakelar TIME/DIV
    Sakelar TIME/DIV digunakan untuk memilih skala besaran waktu dari suatu periode atau per satu kotak cm pada layar Osiloskop.
  20. Tombol CAL (TIME/DIV)
    ini berfungsi untuk kalibrasi TIME/DIV
  21. VARIABLE
    Fungsi Variable pada bagian Horizontal adalah untuk mengatur kepekaan (sensitivitas) TIME/DIV.
  22. GND
    GND merupakan Konektor yang dihubungkan ke Ground (Tanah).
  23. Tombol CHOP dan ALT
    CHOP adalah menggunakan potongan dari saluran 1 dan saluran 2.
    ALT atau Alternate adalah menggunakan saluran 1 dan saluran 2 secara bergantian.
  24. HOLD OFF
    HOLD OFF untuk mendiamkan gambar pada layar osiloskop.
  25. LEVEL
    LEVEL atau TRIGGER LEVEL digunakan untuk mengatur gambar yang diperoleh menjadi diam atau tidak bergerak.
  26. Tombol NORM dan AUTO
  27. Tombol LOCK
  28. Sakelar COUPLING
    Menunjukan hubungan dengan sinyal searah (DC) atau bolak balik (AC).
  29. Sakelar SOURCE
    Penyesuai pemilihan sinyal.
  30. TRIGGER ALT
  31. SLOPE
  32. EXT
    Trigger yang dikendalikan dari rangkaian di luar Osiloskop.


E. Relay

Relay adalah Saklar (Switch) yang dioperasikan secara listrik dan merupakan komponen Electromechanical (Elektromekanikal) yang terdiri dari 2 bagian utama yakni Elektromagnet (Coil) dan Mekanikal (seperangkat Kontak Saklar/Switch). Relay menggunakan Prinsip Elektromagnetik untuk menggerakkan Kontak Saklar sehingga dengan arus listrik yang kecil (low power) dapat menghantarkan listrik yang bertegangan lebih tinggi.


Terdapat besi atau yang disebut dengan nama iron core dililit oleh sebuah kumparan yang berfungsi sebagai pengendali. Sehingga ketika kumparan coil diberikan arus listrik maka akan menghasilkan gaya elektromagnet. Gaya tersebut selanjutnya akan menarik armature untuk pindah posisi dari normally close ke normally open. Dengan demikian saklar menjadi pada posisi baru normally open yang dapat menghantarkan arus listrik. Ketika armature sudah tidak dialiri arus listrik lagi maka ia akan kembali pada posisi awal, yaitu normally close.

Fitur:
1. Tegangan pemicu (tegangan kumparan) 5V
2. Arus pemicu 70mA
3. Maksimum beban AC 10A @ 250/125V
4. Maksimum baban DC 10A @ 30/28V
5. Switching maksimum 300 operasi/menit


F.Thermocouple

234395.jpg

Thermocouple adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk mengubah perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik (voltase). Thermocouple yang sederhana dapat dipasang, dan memiliki jenis konektor standar yang sama, serta dapat mengukur temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup besar dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari 1 °C.

  1. Fungsi Thermocouple
    Thermocouple merupakan sensor yang mengubah besaran suhu menjadi tegangan, dimana sensor ini dibuat dari sambungan dua bahan metallic yang berlainan jenis. Sambungan ini dikomposisikan dengan campuran kimia tertentu, sehingga dihasilkan beda potensial antar sambungan yang akan berubah terhadap suhu yang dideteksi.

* Tipe-Tipe Termokopel
Tersedia beberapa jenis termokopel, tergantung aplikasi penggunaannya
• Tipe K (Chromel (Ni-Cr alloy) / Alumel (Ni-Al alloy))
Termokopel untuk tujuan umum. Lebih murah. Tersedia untuk rentang suhu −200 °C hingga +1200 °C.
• Tipe E (Chromel / Constantan (Cu-Ni alloy))
Tipe E memiliki output yang besar (68 µV/°C) membuatnya cocok digunakan pada temperatur rendah. Properti lainnya tipe E adalah tipe non magnetik.
• Tipe J (Iron / Constantan)
Rentangnya terbatas (−40 hingga +750 °C) membuatnya kurang populer dibanding tipe K. Tipe J memiliki sensitivitas sekitar ~52 µV/°C
• Tipe N (Nicrosil (Ni-Cr-Si alloy) / Nisil (Ni-Si alloy))
Stabil dan tahanan yang tinggi terhadap oksidasi membuat tipe N cocok untuk pengukuran suhu yang tinggi tanpa platinum. Dapat mengukur suhu di atas 1200 °C. Sensitifitasnya sekitar 39 µV/°C pada 900°C, sedikit di bawah tipe K. Tipe N merupakan perbaikan tipe K
Termokopel tipe B, R, dan S adalah termokopel logam mulia yang memiliki karakteristik yang hampir sama. Mereka adalah termokopel yang paling stabil, tetapi karena sensitifitasnya rendah (sekitar 10 µV/°C) mereka biasanya hanya digunakan untuk mengukur temperatur tinggi (>300 °C).
• Type B (Platinum-Rhodium/Pt-Rh)
Cocok mengukur suhu di atas 1800 °C. Tipe B memberi output yang sama pada suhu 0°C hingga 42°C sehingga tidak dapat dipakai di bawah suhu 50°C.
• Type R (Platinum /Platinum with 7% Rhodium)
Cocok mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10 µV/°C) dan biaya tinggi membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum.
• Type S (Platinum /Platinum with 10% Rhodium)
Cocok mengukur suhu di atas 1600 °C. sensitivitas rendah (10 µV/°C) dan biaya tinggi membuat mereka tidak cocok dipakai untuk tujuan umum. Karena stabilitasnya yang tinggi Tipe S digunakan untuk standar pengukuran titik leleh emas (1064.43 °C).
• Type T (Copper / Constantan)
Cocok untuk pengukuran antara −200 to 350 °C. Konduktor positif terbuat dari tembaga, dan yang negatif terbuat dari constantan. Sering dipakai sebagai alat pengukur alternatif sejak penelitian kawat tembaga. Type T memiliki sensitifitas ~43 µV/°C.

* Prinsip Kerja Termokopel
Thermocouple suatu rangkaian yang tersusun dari dua buah logam yang masing-masing mempunyai koefisien muai panjang berbeda yang dihubungkan satu dengan yang lain pada ujung-ujungnya. Jika pada kedua titik hubung kedua logam tersebut mempunyai perbedaan temperature, maka timbullah beda potensial yang memungkinkan adanya arus listrik di dalamnya.
Termokopel secara sederhana merupakan perpaduan antara dua logam yang berbeda jenis, yang persambungan (kopel) kedua logam diberikan pengkondisian suhu yang berbeda (panas dan dingin). Setting alat untuk melakukan kalibrasi termokopel yaitu, misal kita sebut saja logam A dan logam B merupakan bahan logam pada termokopel. Ujung logam A dan B disambung dan ujung-ujung yang lain dihubungkan ke alat ukur listrik dan dimasukkan ke dalam kondisi suhu dingin, dan untuk ujung yang dikopel ditempatkan pada kondisi suhu panas.. Jadi, nilai tegangan itu setara dengan suhu yang terukur oleh termometer, sehingga didapatkan nilai tegangan sekian = suhu sekian,


9.-Thermocouple-circuit.jpg
Untuk memahami bagaimana sebuah sambungan logam pada termokopel dapat menimbulkan tegangan listrik kita bisa meninjaunya dari sisi pergerakan atom-atom logam yang digunakan pada termokopel. Suatu logam apabila dipanaskan maka akan mengalami pemuaian, baik memuai panjang maupun memuai lebar (volum). Pemuaian ini diakibatkan oleh pergerakan atom-atom atau elektron dari suhu tinggi menuju ke suhu yang lebih rendah. Pergerakan ini banyak sedikitnya atau cepat lambatnya tergantung pada bahan logam itu sendiri, artinya logam satu dengan logam lainnya memiliki kecepatan muai yang berbeda-beda. Hal ini dapat kita amati pada bimetal (dua keping logam yang dipadu), ketika bimetal ini dipanaskan maka yang tadinya lurus akan membengkok kearah logam yang pemuaiannya lebih lambat. Jadi, pada logam termokopel yang berbeda jenis akan memiliki kecepatan alir elektron yang berbeda pula, hal inilah yang kemudian menyebabkan beda potensial di ujung-ujung logam tersebut, yang mana telah dihubungkan ke alat ukur listrik sehingga timbul tegangan listrik di ujung-ujung logam tersebut. Termocouple banyak digunakan sebagai alat ukur suhu di dunia industri, salah satu keuntungannya yaitu mampu mengukur suhu yang sangat tinggi dan juga suhu rendah.
Termokopel merupakan sebuah alat yang biasa digunakan untuk mengukur suhu yang pada umumnya sebagai termometer digital, karena termokopel memiliki output berupa arus listrik sehingga pengkonversiannya dapat secara digital. Pada banyak aplikasi, salah satu sambungan-sambungan yang dingin dijaga sebagai temperatur referensi, sedang yang lain dihubungkan pada objek pengukuran. Contoh, hubungan dingin akan ditempatkan pada tembaga pada papan sirkuit. Sensor suhu yang lain akan mengukur suhu pada titik ini, sehingga suhu pada ujung benda yang diperiksa dapat dihitung.
Thermocouple dapat dihubungkan secara seri satu sama lain untuk membuat termopile, dimana tiap sambungan yang panas diarahkan ke suhu yang lebih tinggi dan semua sambungan dingin ke suhu yang lebih rendah. Dengan begitu, tegangan pada setiap Thermocouple menjadi naik, yang memungkinkan untuk digunakan pada tegangan yang lebih tinggi. Dengan adanya suhu tetapan pada sambungan dingin, yang berguna untuk pengukuran di laboratorium, Secara sederhana Thermocouple tidak mudah dipakai untuk kebanyakan indikasi sambungan lansung dan instrumen kontrol. Mereka menambahkan sambungan dingin tiruan ke sirkuit mereka yaitu peralatan lain yang sensitif terhadap suhu (seperti termistor atau dioda) untuk mengukur suhu sambungan input pada peralatan, dengan tujuan khusus untuk mengurangi gradiasi suhu di antara ujung-ujungnya.
Thermocouple mengukur perbedaan temperature diantara kedua kaki, bukan temperatur absolute.

Ketika terkena panas maka bimetal akan bengkok kearah yang koefisiennya lebih kecil. Pemuaian ini kemudian dihubungkan dengan jarum dan menunjukkan angka tertentu. Angka yang ditunjukkan jarum ini menunjukkan suhu benda (pada Thermocouple digital). Termokopel ini macam-macam, tergantung jenis logam yang digunakan. Jenis logam akan menentukan rentang temperatur yang bisa diukur (termokopel suhu badan (temperatur rendah) berbeda dengan termokopel untuk mengukur temperatur tungku bakar (temperatur tinggi), juga sensitivitasnya.
Konfigurasi alat ukur dengan thermocouple ditunjukkan pada gambar
Terdapat sebuah kawat pemanas lurus yang dibuat dari bahan yang mempunyai nilai tahanan yang cukup tinggi. Pada tengah-tengah kawat pemanas tersebut dihubungkan dengan salah satu titik hubung dari thermocouple. Kedua ujung bebas thermocouple masing-masing dihubungkan dengan pengukur milivolt yang akan mengukur beda tegangan yang dihasilkan oleh kedua ujung thermocouple tersebut. Jika arus I dialirkan melalui kawat pemanas maka kawat pemanas akan membangkitkan panas dengan besar daya berbanding dengan arus kuadratnya.

G. Flame Sensor

Salah satu detektor yang memiliki fungsi terpenting adalah detektor api atau yang biasa disebut dengan Flame Detector yang mampu mengaktifkan alarm bila mendeteksi adanya percikan api yang berisiko menyebabkan bencana kebakaran. Namun, saat memilih Flame Detector, pengguna diharuskan telah benar-benar paham atas prinsip dari alat detektor tersebut dan meninjaunya demi mendapatkan Flame Detector yang sesuai dengan aktivitas di dalam lokasi dan tingkat kebutuhannya, serta bagaimana konsekuensi risiko yang mungkin terjadi.

Prinsip Flame Detektor tersebut menggunakan metode optik yang bekerja seperti UV (ultraviolet) dan IR (infrared), pencitraan visual api, serta spektroskopi yang berfungsi untuk mengidentifikasi percikan api atau flame. Reaksi intens bahan yang memicu kebakarfan dapat ditandai dari UV, terlihatnya emisi karbondioksida, dan radiasi dari infrared. Flame Detector juga mampu membedakan antara False Alarm atau peringatan palsu dengan api kebakaran sungguhan melalui komponen sistem yang dirancang dengan fungsi mendeteksi adanya penyerapan cahaya yang terjadi pada gelombang tertentu.

Tingkat potensi risiko kebakaran dari setiap jenis bahan semakin meluas mengingat semakin canggihnya teknologi penginderaan api atau teknologi Flame Sensing. Pada umumnya bahan bakar industri yang tergolong mudah terbakar antara lain: bensin, hidrogen, belerang, alkohol, LNG/LPG, minyak tanah, kertas, disel, kayu, jet bahan bakar, tekstil, ethylene, dan pelarut.


Gambar 12. Grafik Respon Flame Sensor


H. Dioda

     Diode (diode) adalah komponen elektronika aktif yang terbuat dari bahan semikonduktor dan mempunyai fungsi untuk menghantarkan arus listrik ke satu arah tetapi menghambat arus listrik dari arah sebaliknya. Berikut ini adalah fungsi dari dioda antara lain:

·                     Untuk alat sensor panas, misalnya dalam amplifier.

·                     Sebagai sekering(saklar) atau pengaman.

·                     Untuk rangkaian clamper dapat memberikan tambahan partikel DC untuk sinyal AC.

·                     Untuk menstabilkan tegangan pada voltage regulator

·                     Untuk penyearah

·                     Untuk indikator

·                     Untuk alat menggandakan tegangan.

·                     Untuk alat sensor cahaya, biasanya menggunakan dioda photo. 

Simbol dioda adalah :

 

Untuk menentukan arus zenner  berlaku persamaan:

 



                Pada grafik terlihat bahwa pada tegangan dibawah ambang batas tegangan mundur (reverse) sebuah dioda akan tembus (menghantar) dan tidak bisa menahan lagi. Batas ini disebut dengan area tegangan breakdown dioda. Kondisi dioda pada area ini adalah tembus atau menghantar dan tidak menghambat. Kemudian pada level tegangan diantara tegangan breakdown dan tegangan forward terdapat area tegangan reverse dan tegangan cut off. Pada area ini kondisi dioda adalah menahan atau tidak mengalirkan arus listrik.

I. Transistor NPN


Transistor adalah alat semikonduktor yang dipakai sebagai penguat, sebagai sirkuit pemutus dan penyambung arus (switching), stabilisasi tegangan, dan modulasi sinyal. Transistor dapat berfungsi semacam kran listrik, di mana berdasarkan arus inputnya (BJT) atau tegangan inputnya (FET), memungkinkan pengaliran listrik yang sangat akurat dari sirkuit sumber listriknya.

Transistor through-hole (dibandingkan dengan pita ukur sentimeter)

Pada umumnya, transistor memiliki 3 terminal, yaitu Basis (B), Emitor (E) dan Kolektor (C).

1. Emitor (E) memiliki fungsi untuk menghasilkan elektron atau muatan negatif.

2. Kolektor (C) berperan sebagai saluran bagi muatan negatif untuk keluar dari dalam transistor.

3. Basis (B) berguna untuk mengatur arah gerak muatan negatif yang keluar dari transistor melalui kolektor.

 Tegangan yang di satu terminalnya misalnya Emitor dapat dipakai untuk mengatur arus dan tegangan yang lebih besar daripada arus input Basis, yaitu pada keluaran tegangan dan arus output Kolektor.

Transistor merupakan komponen yang sangat penting dalam dunia elektronik modern. Dalam rangkaian analog, transistor digunakan dalam amplifier (penguat). Rangkaian analog melingkupi pengeras suara, sumber listrik stabil (stabilisator) dan penguat sinyal radio. Dalam rangkaian-rangkaian digital, transistor digunakan sebagai saklar berkecepatan tinggi. Beberapa transistor juga dapat dirangkai sedemikian rupa sehingga berfungsi sebagai logic gate, memori dan fungsi rangkaian-rangkaian lainnya. Bias pada transistor adalah tegangan atau arus yang diberikan untuk mengatur titik kerja transistor. Berikut ini adalah beberapa jenis bias pada transistor yang umum digunakan:

1) Fixed Bias

Transistor dengan fixed bias adalah salah satu konfigurasi dasar dalam rangkaian transistor, di mana tegangan bias pada basis transistor diberikan oleh sumber tegangan tetap (fixed), bukan melalui resistor yang diperhitungkan oleh arus basis.

Dalam skema fixed bias, tegangan basis-emitor (V_BE) ditentukan oleh tegangan sumber tetap yang terhubung ke basis transistor melalui sebuah resistor. Resistor ini menentukan arus basis yang mengalir ke dalam transistor. Pada dasarnya, arus basis ini mengontrol arus kolektor-transistor, yang pada gilirannya mengontrol arus yang mengalir melalui transistor secara keseluruhan.

Keuntungan dari fixed bias adalah kesederhanaan dalam desain dan implementasi. Namun, ada beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan, seperti sensitivitas terhadap perubahan suhu dan kurangnya stabilitas terhadap variasi parameter transistor. Oleh karena itu, dalam aplikasi yang lebih kritis atau ketika stabilitas diperlukan, seringkali digunakan konfigurasi lain seperti emitter bias atau base bias dengan feedback negatif untuk meningkatkan performa dan stabilitas rangkaian transistor.

2) Self Bias

Self bias, atau juga dikenal sebagai emitter bias atau bias sendiri, adalah suatu metode untuk mengatur tegangan basis-emitor (V_BE) dalam sebuah transistor menggunakan resistor yang terhubung dari emitter ke ground. Metode ini menggunakan resistor emitter untuk menciptakan tegangan bias yang stabil tanpa memerlukan sumber tegangan eksternal tambahan.

Berikut adalah prinsip kerja self bias:

Resistor Emitter (Re): Sebuah resistor (Re) terhubung antara emitter transistor dan ground. Resistor ini memastikan bahwa ada tegangan yang stabil yang dibentuk di sepanjang sirkuit emitter.

Arus Basis (I_B): Arus basis yang mengalir ke transistor menimbulkan tegangan jatuh pada resistor emitter (Re) sesuai dengan hukum Ohm (V_Re = I_B * Re).

Tegangan Basis-Emitor (V_BE): Tegangan V_BE yang dibutuhkan untuk mengaktifkan transistor secara proporsional terhadap arus basis dihasilkan oleh tegangan jatuh pada resistor emitter Re.

Keuntungan dari self bias termasuk kestabilan yang lebih baik terhadap variasi transistor, karena tegangan V_BE tergantung pada arus emitter yang lebih stabil daripada arus basis yang mungkin bervariasi. Namun, self bias juga memiliki beberapa kelemahan, seperti kurangnya fleksibilitas dalam mengatur titik kerja (bias point) transistor dan potensi pemborosan daya karena tegangan jatuh pada resistor emitter.

3) Bias Pembagi Tegangan (Voltage Divider Bias)

Bias pembagi tegangan adalah salah satu metode bias yang paling sering digunakan untuk transistor karena menawarkan stabilitas yang lebih baik dibandingkan metode bias basis-tetap. Pada konfigurasi ini, dua resistor, biasanya disebut 𝑅1 dan 𝑅2, dihubungkan secara seri antara sumber tegangan positif (Vcc) dan ground. Titik tengah dari pembagi tegangan ini memberikan tegangan bias yang stabil ke basis transistor.

Cara kerjanya adalah sebagai berikut: Tegangan dari sumber (Vcc) dibagi oleh dua resistor, sehingga tegangan yang diterapkan ke basis transistor (Vb) menjadi hasil pembagian tersebut. Dengan memilih nilai resistor yang tepat, tegangan bias basis (Vb) dapat diatur sedemikian rupa untuk mencapai titik kerja yang diinginkan pada transistor. Keuntungan utama dari metode ini adalah kemampuannya untuk menjaga arus basis tetap konstan meskipun terjadi variasi dalam nilai beta (β) transistor atau perubahan suhu. Hal ini karena tegangan yang diterapkan ke basis tidak secara langsung bergantung pada arus basis, melainkan pada rasio resistor dalam pembagi tegangan.

Dalam konfigurasi ini, resistor emitter (𝑅𝐸) sering ditambahkan untuk meningkatkan stabilitas lebih lanjut. Resistor emitter menyebabkan tegangan bias pada emitter (Ve) menjadi lebih stabil terhadap perubahan arus kolektor (Ic), karena tegangan pada emitter adalah produk dari arus emitter dan nilai resistor emitter (𝑉𝑒=𝐼𝐸𝑅𝐸). Dengan demikian, arus basis (Ib), yang merupakan selisih antara arus emitter dan arus kolektor (karena 𝐼𝐸𝐼𝐶), tetap stabil.

Secara keseluruhan, bias pembagi tegangan adalah metode yang sangat andal untuk mempertahankan stabilitas titik kerja transistor, membuatnya menjadi pilihan yang populer dalam desain rangkaian elektronik yang membutuhkan kinerja yang konsisten dan stabil.

4) Bias Emitator-Terhubung Langsung (Direct Coupled Emitter Bias)

Bias emitter-terhubung langsung adalah metode bias yang digunakan dalam konfigurasi pasangan langsung (direct-coupled). Pada konfigurasi ini, emitor satu transistor dihubungkan langsung ke basis transistor berikutnya, tanpa menggunakan kapasitor kopling. Metode ini sering digunakan dalam penguat diferensial dan beberapa rangkaian logika.

Dalam bias emitter-terhubung langsung, transistor pertama memberikan sinyal output yang diumpankan langsung ke transistor kedua. Ini berarti tegangan emitor transistor pertama menjadi tegangan basis transistor kedua. Karena emitor dan basis transistor berikutnya terhubung langsung, tegangan bias yang diterapkan ke transistor kedua sangat bergantung pada tegangan emitor transistor pertama.

Keuntungan utama dari metode ini adalah pengurangan jumlah komponen dalam rangkaian, karena tidak memerlukan kapasitor kopling antara transistor. Selain itu, konfigurasi ini dapat membantu mengurangi distorsi sinyal dan meningkatkan respon frekuensi rangkaian. Namun, penghilangan kapasitor kopling juga berarti bahwa perubahan dalam arus atau tegangan pada satu transistor dapat langsung mempengaruhi transistor berikutnya, sehingga analisis dan desain rangkaian ini bisa lebih kompleks.

Bias emitter-terhubung langsung juga memiliki keuntungan dalam stabilitas suhu, karena tegangan emitor cenderung berubah mengikuti tegangan basis, menjaga hubungan tegangan basis-emitor (Vbe) konstan. Ini membantu menjaga titik kerja transistor tetap stabil meskipun ada perubahan suhu atau variasi dalam karakteristik transistor.

Secara keseluruhan, bias emitter-terhubung langsung adalah metode yang efisien dan stabil untuk menghubungkan beberapa transistor dalam satu rangkaian, memungkinkan transfer sinyal langsung tanpa distorsi yang signifikan dan dengan respon frekuensi yang baik. Namun, desain dan analisis rangkaian ini memerlukan perhatian khusus untuk memastikan bahwa setiap transistor beroperasi dalam kondisi yang diinginkan dan bahwa perubahan dalam satu bagian dari rangkaian tidak menyebabkan ketidakstabilan dalam bagian lainnya.

5) Bias Pengikut Emitter (Emitter Follower Bias)

Bias pengikut emitter, juga dikenal sebagai konfigurasi emitter follower, adalah salah satu metode bias transistor yang sering digunakan dalam rangkaian elektronik. Dalam konfigurasi ini, tegangan bias diterapkan ke basis transistor, dan emitor dihubungkan langsung ke beban. Pada dasarnya, emitor "mengikuti" tegangan basis tetapi dengan penurunan tegangan sebesar tegangan basis-emitor (Vbe), yang biasanya sekitar 0,7 volt untuk transistor silikon.

Konfigurasi pengikut emitter memiliki beberapa keunggulan yang membuatnya populer dalam berbagai aplikasi. Salah satu keunggulan utamanya adalah impedansi input yang tinggi dan impedansi output yang rendah. Ini membuatnya sangat cocok untuk digunakan sebagai buffer, yang dapat mengisolasi tahap input dari tahap output tanpa mengganggu sinyal.

Keuntungan lain dari bias pengikut emitter adalah stabilitasnya terhadap perubahan beta (β) transistor dan variasi suhu. Karena arus emitor adalah hasil dari arus basis yang diperkuat dengan faktor beta, dan karena emitor terhubung ke beban, variasi kecil dalam arus basis tidak secara signifikan mempengaruhi arus emitor. Ini membantu menjaga tegangan emitor relatif stabil meskipun ada variasi dalam karakteristik transistor.

Selain itu, konfigurasi pengikut emitter tidak memberikan gain tegangan (penguatan tegangan), tetapi memberikan gain arus (penguatan arus). Dengan kata lain, tegangan output (tegangan emitor) hampir sama dengan tegangan input (tegangan basis), tetapi arus yang disediakan ke beban jauh lebih besar daripada arus yang masuk ke basis. Ini membuatnya sangat berguna dalam aplikasi di mana sinyal harus diperkuat dalam hal arus, bukan tegangan.

Dalam rangkaian praktis, bias pengikut emitter sering digunakan dalam tahap akhir dari penguat sinyal audio atau RF, di mana sinyal harus diberikan ke beban dengan impedansi rendah tanpa mengubah amplitudo tegangan secara signifikan. Ini juga digunakan dalam rangkaian logika dan rangkaian penyesuaian impedansi untuk memastikan bahwa sinyal dapat ditransfer dengan efisien antara berbagai tahap rangkaian.

Secara keseluruhan, bias pengikut emitter adalah metode yang efektif dan andal untuk mengatur tegangan dan arus dalam rangkaian transistor, dengan banyak aplikasi praktis yang memanfaatkan keunggulannya dalam stabilitas dan penyesuaian impedansi.

J. MOTOR
 

Motor Listrik DC atau DC Motor adalah suatu perangkat yang mengubah energi listrik menjadi energi kinetik atau gerakan (motion). Motor DC ini juga dapat disebut sebagai Motor Arus Searah. Seperti namanya, DC Motor memiliki dua terminal dan memerlukan tegangan arus searah atau DC (Direct Current) untuk dapat menggerakannya. Motor Listrik DC ini biasanya digunakan pada perangkat-perangkat Elektronik dan listrik yang menggunakan sumber listrik DC seperti Vibrator Ponsel, Kipas DC dan Bor Listrik DC.

 K. BATTERY
 

Baterai adalah perangkat yang terdiri dari satu atau lebih sel elektrokimia dengan koneksi eksternal yang disediakan untuk memberi daya pada perangkat listrik seperti senter, ponsel, dan mobil listrik. Ketika baterai memasok daya listrik, terminal positifnya adalah katode dan terminal negatifnya adalah anoda. Terminal bertanda negatif adalah sumber elektron yang akan mengalir melalui rangkaian listrik eksternal ke terminal positif. Ketika baterai dihubungkan ke beban listrik eksternal, reaksi redoks mengubah reaktan berenergi tinggi ke produk berenergi lebih rendah, dan perbedaan energi-bebas dikirim ke sirkuit eksternal sebagai energi listrik. Secara historis istilah "baterai" secara khusus mengacu pada perangkat yang terdiri dari beberapa sel, namun penggunaannya telah berkembang untuk memasukkan perangkat yang terdiri dari satu sel.


L. GAS SENSOR

Sensor jenis ini adalah alat yang digunakan untuk mendeteksi konsentrasi gas yang mudah terbakar di udara serta asap dan output membaca sebagai tegangan analog. Sensor gas asap MQ-8 dapat langsung diatur sensitifitasnya dengan memutar trimpotnya. Sensor ini biasa digunakan untuk mendeteksi kebocoran gas baik di rumah maupun di industri. Gas yang dapat dideteksi diantaranya : LPG, i-butane, propane, methane , alcohol, Hydrogen, smoke. Sensor ini sangat cocok di gunakan untuk alat emergensi sebagai deteksi gas-gas, seperti deteksi kebocoran gas, deteksi asap untuk pencegahan kebakaran dan lain lain.


Prinsip Kerja: 

Sensor Asap MQ-8 berfungsi untuk mendeteksi keberadaan asap yang berasal dari gas mudah terbakar di udara. Pada dasarnya sensor ini terdiri dari tabung aluminium yang dikelilingi oleh silikon dan di pusatnya ada elektroda yang terbuat dari aurum di mana ada element pemanasnya. Ketika terjadi proses pemanasan, kumparan akan dipanaskan sehingga SnO2 keramik menjadi semikonduktor atau sebagai penghantar sehingga melepaskan elektron dan ketika asap dideteksi oleh sensor dan mencapai aurum elektroda maka output sensor MQ-8 akan menghasilkan tegangan analog. Sensor MQ-8 ini memiliki 6 buah masukan yang terdiri dari tiga buah power supply (Vcc) sebasar +5 volt untuk mengaktifkan heater dan sensor, Vss (Ground), dan pin keluaran dari sensor tersebut.




5. Percobaan[Back]

a) Prosedur [Back]
  • Prosedur Percobaan

  1. Siapkan segala komponen yang di butuhkan untuk membuat rangkaian inverting Amplifier
  2. Susun rangkaian sesuai panduan
  3. Sambungkan semua komponen untuk membentuk suatu rangkaian yang sesuai membentuk rangkaian inverting amplifier
  4. Mulai simulasi rangkaian
  5. Apabila tidak terjadi eror, maka rangkaian selesai dibuat.
b) Rangkaian Simulasi dan Prinsip Kerja [Back]


Pertama V input akan diumpankankan menuju resistor lalu ke kaki inverting op amp. Selanjutnya arus akan diperkuat dengan nilai Voutnya

Sehingga akan didapatkan nilai Vout mendekati 5 kali besarnya nilai Vin. Namun, disini nilai output akan memiliki phasa yang berbalik dengan tegangan input karena Inverting Amplifier memiliki fungsi untuk membalikkan phasa tegangan Input.

Prinsip kerja : 

    Pada rangkaian dengan input ac, Sinyal input yang akan diperkuat adalah sinyal AC 6 volt, dengan frekuensi 1kHz. Besarnya gain penguatannya adalah tahanan input dibagi dengan tahanan penguatan yaitu -R2 / R1 = -10k/1k = -10. Untuk menentukan besarnya tegangan outputnya adalah gain x Vin = -10 x 6 volt = -60 volt. Tanda minus menunjukkan berkebalikan fasa dengan sinyal input. Artinya jika sinyal input adalah positif maka sinyal outputnya akan negatiif dan jika sinyal inputnya negatif maka sinyal outputnya adalah positif. Pada saat sinyal input pada posisi negatif maka sinyal outputnya pada posisi positif dan begitu sebaliknya jika sinyal inputnya berubah-ubah, kondisi inilah yang disebut dengan penguatan inverting (membalik).

    Keluaran Pada Oscilloscope :


Pada rangkaian dengan input ac, Sinyal input yang akan diperkuat adalah sinyal AC 1 volt dengan frekuensi 1 Hz. Besarnya gain penguatannya adalah tahanan input dibagi dengan tahanan penguatan yaitu -R5 / R4 = -50k/10k = -5. Untuk menentukan besarnya tegangan outputnya adalah gain x Vin = -5 x 1 volt = -5 volt. Tanda minus menunjukkan berkebalikan fasa dengan sinyal input. Artinya jika sinyal input adalah positif maka sinyal outputnya akan negatiif dan jika sinyal inputnya negatif maka sinyal outputnya adalah positif. Pada saat sinyal input pada posisi negatif maka sinyal outputnya pada posisi positif dan begitu sebaliknya jika sinyal inputnya berubah-ubah, kondisi inilah yang disebut dengan penguatan inverting (membalik).

Pada rangkaian dengan input dc, Sinyal input yang akan diperkuat adalah sinyal dc 12 volt dengan frekuensi 1 Hz. Besarnya gain penguatannya adalah tahanan input dibagi dengan tahanan penguatan yaitu -R5 / R4 = -50k/10k = -5. Untuk menentukan besarnya tegangan outputnya adalah gain x Vin = -5 x 12 volt = -60 volt. Tanda minus menunjukkan berkebalikan fasa dengan sinyal input. Artinya jika sinyal input adalah positif maka sinyal outputnya akan negatiif dan jika sinyal inputnya negatif maka sinyal outputnya adalah positif. Pada saat sinyal input pada posisi negatif maka sinyal outputnya pada posisi positif dan begitu sebaliknya jika sinyal inputnya berubah-ubah, kondisi inilah yang disebut dengan penguatan inverting (membalik).



Prinsip Kerja: 

Rangkaian boiler protector dalam gambar berfungsi untuk melindungi boiler dari kerusakan.Sensor api: Sensor ini mendeteksi keberadaan api di boiler. Jika api padam, sensor akan mengirimkan sinyal ke unit kontrol.Sensor suhu: Sensor ini mendeteksi suhu air di boiler. Jika suhu air terlalu tinggi, sensor akan mengirimkan sinyal ke unit kontrol.kemudian Sensor gas berfungsi untuk mendeteksi kebocoran gas pada boiler,jika Sensor berlogika 1 maka motor akan aktif ditandai relay yang berpindah dari kanan ke kiri .


6. Video[Back]



Inverting Amplifier





Aplikasi Inverting Amplifier





7. File Download [Back]
  • Download File Rangkaian Inverting Amplifier Download
  • Download File Rangkaian Aplikasi Inverting Amplifier Download
  • Download Video Rangkaian Inverting Amplifier Download
  • Download Video Rangkaian Aplikasi Inverting Amplifier Download
  • Download Datasheets Resistor Download
  • Download Datasheets Inverting Amplifier Download
  • Download Datasheets Amperemeter Download
  • Download Datasheets Voltmeter Download  
  • Download Datasheets Op Amp Download
  • Download Datasheets Osilloscop Download 
  • Download Datasheets Rilay Download  
  • Download Datasheets Motor Download  
  • Download Datasheets Buzzer Download  
  • Download Datasheets LED Download  
  • Download Datasheet Flame sensor Download
  • Download Datasheet NPN Download
  • Download Datasheet Sensor MQ-2 Download
  • Download library Sensor Flame Download
  • Download library Sensor Gas Download


















Komentar

Postingan populer dari blog ini

SUB BAB 2.15 COMPUTER ANALYSIS